[BOOK REVIEW] How to Be Popular in High School Karya Reytia
Kalau dulu, waktu remaja, aku baca buku teenlit karena suka
membayangkan bagaimana kalau kisah-kisah fiksi ini terjadi di hidupku.
Sekarang ketika dewasa, aku masih menemukan kesenangan tersendiri dalam membaca
buku teenlit. Bukan karena pengin ‘halu’ jadi anak sekolah lagi, kadang karena
alur ceritanya memang seru atau ceritanya cukup relate dengan masa
remajaku yang sudah berlalu. Kayak novel ini contohnya.
Novel apa nih?
How to be Popular in High School menceritakan tentang Isandra,
remaja putri yang dikucilkan selama SMP karena status ekonomi keluarganya yang
tidak setara dengan teman-teman di sekolah swasta. Saat masuk SMA, Isa bertekad
untuk mengubah hidupnya. Ia ingin membuktikan bahwa dirinya juga bisa menjadi
siswa populer, siswa yang keberadaannya dianggap dan tentunya mendapatkan
spotlight.
Di hari pertama sekolah, Isa dengan mantap ingin bergabung
ke dalam ekskul paling populer di sekolahnya yaitu dance. Ia beranggapan bahwa
ini adalah jalan yang benar menuju popularitas itu. Ketika ia merasa jalannya
akan aman, apalagi kini dirinya bersekolah di tempat yang dipastikan tidak ada
teman-teman dari SMP elitnya berasal, tiba-tiba di hari pertama pertemuan
ekskul dance ia dikejutkan dengan keberadaan Lexy, orang yang membuat hidupnya
semasa SMP menderita.
Alih-alih putar balik, meski dengan perasaan takut karena
kehadiran Lexy di ekskul yang sama, Isa nggak mau mundur gitu aja. Dengan
semangat ’45 Isa akan berjuang menerjang tantangan dari senior ekskul dance
yang dikenal paling parah di antara ekskul lain.
Here is my thought
Kalau dari sinopsis, novel ini sama dengan novel
teenlit kebanyakan dengan tema bullying dan pencarian jati diri serta
pertemanan. Tapi at some point, novel ini tetap punya hal menarik tersendiri.
Dan menurutku yang menjadi fokus dari novel ini adalah bahwa bullying ada
banyak bentuknya, dan pengucilan termasuk salah satu bentuk bullying yang
terkadang gak banyak orang paham atau sadar bahwa ini termasuk tindakan
bullying.
Sejak cerita dimulai, novel ini dengan jelas memberi
highlight tentang tindakan pengucilan di mana si tokoh utama ditinggalkan,
kehadirannya tidak dianggap ada, dan dibuat merasa sendirian hanya karena
alasan yang menurutku pribadi bukan sebuah hal besar untuk dipermasalahkan.
Meski gak ada kekerasan fisik seperti bullying yg diketahui pada umumnya, namun ini
berdampak pada kondisi mental Isa. Ia merasa rendah diri, merasa tidak pantas,
enggan memunculkan diri di depan orang, hingga perasaan takut yang muncul
ketika ia harus berhadapan dengan tukang bully.
Perasaan gak nyaman itu kemudian berubah wujud menjadi
sebuah ambisi untuk membuktikan diri yang kemudian menyetir alur di buku ini.
Aku pribadi belum banyak bertemu dengan buku yang secara spesifik membahas
tentang kekerasan psikis remaja, jadi ketika membaca buku ini rasanya senang
sekali karena familiar dengan yang pernah aku rasakan dan rasanya seperti
perasaanku tervalidasi, bahwa benar ketidaknyamananku dulu ketika dikucilkan
adalah hal yang wajar.
Novel ini punya banyak bab yang tiap babnya itu
pendek-pendek. Selain itu, alur ceritanya yang seru bikin aku enggan menjeda
bacaan hingga akhirnya aku bisa menamatkan buku ini dalam sekali duduk.
Benar-benar novel yang seru!
Hal lain yang aku suka dari novel ini adalah buku ini
menyorot proses, bukan tipe buku yang bikin happy pembaca dengan plot twist
atau akhir ceritanya. Jadi selama membaca, kita bisa notice perkembangan para
karakter di novel. Tokoh-tokohnya juga realistis, bikin novel ini terasa hidup.
To sum up
Selain karena topiknya terasa dekat denganku secara personal, aku suka banget sama novel ini karena alur ceritanya memang seru. Aku percaya semua orang pasti setuju kalau perilaku bullying itu gak bisa ditoleransi. Bullying is bullying, apa pun bentuknya.

Komentar
Posting Komentar