[BOOK REVIEW] Pintu Harmonika Karya Clara Ng & Icha Rahmanti
Aku heran, kenapa ya, semakin aku dewasa rasanya hidupku bertambah rumit. (hlm. 182)
Percaya nggak ungkapan barusan adalah pikiran anak SMP kelas 8? Anak belasan tahun yang biasanya lagi menikmati masa-masa pra remaja yang seru, punya teman banyak atau bahkan sudah mulai punya ketertarikan pada lawan jenis. Novel ini, yang awalnya kukira adalah cerita tentang keusilan anak-anak remaja, nyatanya menyuguhkan prespektif kehidupan berbeda dari tiga anak yang tinggal bersama keluarga di sebuah rumah toko.
Sekilas tentang Pintu Harmonika
Novel ini diceritakan dari tiga sudut pandang, yaitu
Rizal anak seorang pemilik toko kelontong yang saat ini sudah menginjak SMA, Juni seorang anak pemilik usaha sablon yang duduk di bangku SMP, dan David seorang anak SD yang tinggal bersama mamanya sang pemilik toko kue. Meski
memiliki usia yang berbeda, mereka tetap punya kesamaan. Mereka sama-sama
tinggal di ruko yang berdekatan dan mereka menemukan ‘surga’ dunia tanpa
sengaja yang letaknya berada di belakang ruko mereka.
Cerita dibuka dengan kisah Rizal sebagai blogger muda kenamaan yang nggak cuma jago merangkai kata, tapi juga ganteng dan punya persona menarik di dunia maya sehingga banyak sekali yang suka dengan Rizal. Cerita bergulir dan sampailah pada POV Juni, tokoh kedua yang adalah seorang anak yang cerdas nan teladan. Ia juga seringkali membantu pekerjaan orang tua untuk menyablon pesanan pelanggan. Novel ini ditutup oleh cerita dari sudut pandang bocah SD bernama David yang tinggal bersama single mom.
Kesanku setelah membaca novel ini
Aku kira novel ini cuma novel remaja biasa gara-gara Rizal
punya porsi cerita lebih banyak dan letaknya di awal buku. Membaca kisah Rizal bikin
nostalgia masa SMA-ku dulu, sekitar tahun 2012 di mana eksistensi
blog memang se-berpengaruh itu. Rizal ini anaknya kocak, cara dia ngomong juga
ngingetin aku gimana anak-anak sebayaku waktu SMA dulu ngobrol. Benar-benar berasa
flashback, deh. Mungkin kalo Rizal orang di dunia nyata, dia sekarang seumuran
denganku atau di atasku beberapa tahun haha yang jelas dia anak 90an.
Aku hampir menyerah baca novel ini karena nggak kuat
sama kenarsisan Rizal. Sampai akhirnya setelah sedikit bersabar, aku ikut
menemukan serpihan diriku di masa SMA dulu yang ada pada diri Rizal. Rizal cuma
mau punya kehidupan yang baik, kehidupan yang bikin orang-orang merasa senang
dan pengin temenan sama dia. Rizal dan aku sama-sama pernah membangun persona seseorang
yang ada di impian kami tanpa kami pahami sebelumnya, sebenarnya untuk apa
persona itu kami buat kalau pada akhirnya untuk menyembunyikan kehidupan kami yang sebenarnya?
Aku terhibur sama kekonyolan Rizal melakukan aksi ‘penyelamatan
surga.’ Baca cerita Rizal memang butuh kesabaran karena menjelang akhir, interaksi
Rizal dan bapaknya bikin aku menitihkan air mata. Aku nggak nyangka justru
hubungan bapak-anak yang heartwarming ini adalah gong dari cerita Rizal. Padahal
di awal cerita juga aku sempat mau nangis karena cerita Rizal yang kehilangan
ibunya.
Cerita kedua adalah dari sudut pandang Juni. Kalau tadi ada
bahasan bapak-anak, cerita Juni juga membahas hubungan anak-orang tua yang kian
merenggang. Konflik masa pra remaja bisa diliat jelas di cerita Juni, di mana
orang tuanya merasa Juni berubah menjadi anak yang rebel. Di satu sisi, Juni
juga merasa orang tuanya menjauh, ia tidak dilibatkan dalam banyak hal krusial
di keluarga mereka, Juni merasa ia ingin ikut andil mengurus rumah termasuk
ikut serta dalam setiap keputusan penting yang melibatkan hidupnya.
Menurutku konflik Juni dalam buku ini adalah yang paling
greget sekaligus bikin miris. Waktu aku baca kalimat yang aku tulis di
awal, rasanya aku pengin nge-judge. Kamu kok masih kecil udah mikir hidupmu
sulit, gimana kalau kamu sudah seumurku sekarang? Tapi kemudian aku tersadar, aku
juga pernah merasa seperti itu waktu SMP dulu. Aku pernah merasa diabaikan,
tidak dipercaya, dan merasa serba-salah atas setiap keputusan yang aku buat.
Aku nggak berhak menghakimi perasaan Juni. Bahkan meski aku
pernah merasakan perasaan yang mirip dengan Juni, hidupku dan hidup Juni tidak pernah
benar-benar sama. Menuju akhir cerita Juni, aku agak benci karena berpikir
kenapa ya anak semuda ini harus menjadi dewasa secepat ini. Aku mau Juni tetap
jadi anak-anak yang punya banyak teman, yang terus berprestasi, yang punya
banyak waktu untuk menghabiskan banyak buku detektif.
Novel ini ditutup dengan cerita dari sudut pandang David. Aku sempat deg-degan karena tiba-tiba saja alur cerita berubah jadi misteri. Tapi memang ini sejalan sih dengan penokohan David si anak kecil yang pengin kayak Conan Edogawa. Cerita David ini bikin perasaan campur aduk, dibikin gemas karena menemukan kepolosan anak-anak pada dirinya, dibikin deg-degan lewat pengamatannya soal temuan sehelai bulu berkilau di rooftop rukonya, sekaligus dibikin nangis banget lewat perasaannya terhadap mamanya. Cerita David punya porsi kesedihan lebih banyak dari cerita sebelumnya, jadi harus siap-siap tisu deh kalau yang mau baca novel ini.
Overall...
Novel ini nggak cuma menyuguhkan cerita berbeda tentang anak-anak pemiliki ruko, tapi juga punya moral cerita yang bagus dan relatable sama kehidupan sehari-hari. Aku merasa puas sudah ketemu dan menghabiskan novel ini. Siapa sangka novel heartwarming begini ternyata juga punya plot twist yang bikin kaget. Diawali dengan kejayusan Rizal yang bikin ngakak kadang juga sebel lalu diakhiri dengan air mata yang sulit berhenti, novel ini keren banget deh pokoknya!
Informasi Buku
Judul: Pintu Harmonika
Penulis: Clara Ng & Icha Rahmanti
Genre: Novel Remaja 15+
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 304 halaman
Tahun Terbit: 2022

Komentar
Posting Komentar