[BOOK REVIEW] Happiness Karya Fakhrisina Amalia

 

Novel Happiness Karya Fakhrisina Amalia


BLURB

"Berarti nggak masalah, dong, kalau Ceria masuk MIPA tapi ambil Biologi?"
"Bisa aja, sih. Tapi kalau kamu tanya Mama, yang banyak hitung-hitungannya itu lebih spesial. Nggak sembarang orang bisa, kan?

Bagi Mama yang seorang dosen Matematika, bidang ilmu eksakta itu istimewa. Mama selalu membanding-bandingkan nilai rapor Ceria dengan Reina-anak tetangga sebelah yang pandai Matematika-tanpa melihat nilai Bahasa Inggris Ceria yang sempurna. Karena itu, sepanjang hidupnya Ceria memaksakan diri untuk menjadi seperti Reina. Agar Mama dan papa bangga. Agar dia tak perlu lagi dibayang-bayangi kesuksesan si anak tetangga. Agar hidupnya bahagia. Ceria bahkan memilih berkuliah di jurusan Matematika tanpa menyadari bahwa dia telah melepaskan sesuatu yang benar-benar dia inginkan-sesuatu yang membuatnya benar-benar bahagia.

---


Dari blurbnya, pembaca bisa dengan jelas mengetahui novel ini tentang apa. Seorang anak SMA bernama Ceria yang harus menghadapi kesulitan di hidupnya karena ada sesuatu yang ia kejar dan menurutnya hal itu bisa membuat Mama, Papa, dan Bang Farhan bahagia dan akan semakin menyayanginya.

Tidak seperti kebanyakan remaja SMA yang menghabiskan banyak waktu dengan bersenang-senang sebelum kelulusan, Ceria justru menyiksa dirinya dengan terus menerus belajar pelajaran hitung-hitungan karena dia kurang unggul dalam mata pelajaran itu. Ceria duduk di belakang sendirian, tidak punya teman, dan selalu ingin membuktikan bahwa dirinya juga bisa menjadi seorang yang membanggakan.

Ada sesuatu dalam diri Ceria yang tanpa sadar ia pupuk sejak kecil. Yaitu kedengkian.

Tapi bukan tanpa alasan bahwa perasaan itu ada dalam dirinya sejak lama. Sekarang bayangkan bagaimana rasanya menjadi seorang anak yang usahanya tidak pernah dihargai sama sekali oleh kedua orang tua. Hampir setiap hari yang ia dengar dan ia lihat adalah Mama dan Papa yang menyanjung anak tetangga, membandingkan prestasi anak itu dengan dirinya, melihat betapa semua orang tanpa terkecuali bisa dengan mudah menyukai anak itu dibandingkan menyukai Ceria. Dunia terasa sangat tidak adil bukan?

Di satu sisi mungkin orang tua, Mama dan Papa Ceria, menginginkan yang terbaik untuk Ceria dengan memberikan motivasi dan dorongan pada anaknya untuk lebih giat belajar dan bisa berprestasi di bidang eksakta. Tapi di sisi lain mereka mengesampingkan perasaan anaknya sendiri. Mereka merasa selama Ceria tidak berontak dan diam saja berarti semua baik-baik saja. Selama Ceria tidak pernah protes terhadap apa yang mereka lakukan, tidak apa-apa membandingkan anak orang lain di depan anak sendiri dan melupakan bahwa anaknya punya prestasi di bidang lain yang tidak kalah ‘spesial’.

Aku setuju bahwa orang tua pasti ingin anaknya sukses dan akan mengupayakan banyak hal untuk mendukungnya. Tapi, barangkali karena orang tua merasa sudah hidup lebih lama dan merasa lebih bisa dalam banyak hal, membuat mereka merasa semua yang mereka inginkan bagi anak mereka harus dipatuhi tanpa mencoba mendengarkan dan memperhatikan apa yang sebenarnya anak inginkan dan apa yang ia alami selama ini.

Menurutku novel ini nggak hanya diperuntukkan bagi pembaca remaja aja, tapi juga orang tua.

Satu hal kecil menghasilkan banyak hal-hal kecil lainnya yang semakin membesar. Sejak SD Mama Ceria selalu ingin anaknya bisa pandai dalam pelajaran berhitung dan meraih ranking 1. Aku sempat berpikir, mungkin mamanya punya ‘ego’ sebagai seorang dosen Matematika, masa saya seorang dosen Matematika tapi anak saya nggak bisa dan nggak berminat sama sekali dengan Matematika?

Sejak saat itu Ceria selalu berusaha untuk belajar lebih giat terutama pelajaran Matematika. Meski dirinya memiliki minat di bidang bahasa dan seni, semuanya terasa tidak berarti lagi ketika Mama menginginkan dirinya mengambil jurusan IPA.

Ceria punya abang yang selalu memberinya pengertian bahwa pilihan hidup nggak melulu harus ngikut apa kata orang. Tapi, harga diri Ceria yang terluka karena selalu dibanding-bandingkan dengan anak tetangga membuatnya semakin jauh melangkah. Mengamini keinginan Mama untuk masuk jurusan IPA, memaksakan diri belajar lebih giat agar bisa lebih unggul dalam pelajaran Matematika daripada anak tetangga, hingga keputusan tergilanya yang nekat mengambil jurusan Matematika ketika berkuliah.

Semua yang selama ini dipendam Ceria, kekecewaan akan dirinya sendiri, kian membesar dan menjadi bom waktu yang meledak ketika dia sudah berkuliah. Dia merasa semua hal di hidupnya salah, semuanya tidak berjalan mulus bahkan ketika ia sudah melakukan apa yang menurutnya bisa membuat Mama dan Papanya bangga. Meski kata pepatah, sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit, tapi ternyata bukan ilmu eksakta Ceria yang menjadi bukit melainkan rasa dengkinya kepada satu orang yang selama ini membuat hidupnya seperti di neraka.

Aku sempat merasa bosan di awal-awal cerita karena ceritanya berpusat pada ceria yang terlalu memaksakan diri untuk bisa Matematika. Bahkan ketika abang yang sangat ia sayangi sudah menasehatinya berulang kali, rasanya Ceria ini hatinya udah jadi batu karena tidak pernah mau mendengarkan lagi nasehat orang-orang yang peduli kepadanya.

Aku juga keki abis sama karakter Mama di cerita ini. Terlalu egois dan keras kepala, juga merasa paling hebat. Aku juga sebel sama Papa yang nggak ada tegas-tegasnya, kehadirannya cuma untuk mengiyakan apa kata sang istri yang sudah mulai toxic mendidik anak.

Yang bikin aku semangat menghabiskan novel ini adalah ketika pada akhirnya kekhawatiran yang ditepis Ceria soal dirinya yang kurang mampu dalam matematika ini lama-kelamaan menjadi kenyataan. Sampai akhirnya aku bertemu turning point yang bikin aku menangis sedih + terharu sama ceritanya.


Kenapa judulnya Happiness

Judul novel ini benar-benar menggambarkan keseluruhan pesan yang ingin disampaikan oleh novel ini. Tentang bagaimana kita mendefinisikan ‘Kebahagiaan’ dalam hidup kita. Apakah kebahagiaan itu saat kita bisa melakukan keinginan orang lain dan mengesampingkan diri kita sendiri, Apakah bahagia itu saat semua orang menjadikan kita seperti pusat tata surya, atau apakah saat kita bisa dengan tenang menjalankan hari-hari sesuai dengan pilihan hidup kita sendiri?


Jadi, intinya...

Aku suka sama novel ini, suka dengan plotnya, dengan ide ceritanya yang aku yakin banyak dialami orang soal orang tua yang membanding-bandingkan anaknya. Aku juga suka bagaimana penulis membuat turning pointnya, meski ngga bikin terkejut atau gimana aku tetap terkesan hingga akhir cerita. Aku suka bagaimana penulis membuat topik yang mungkin cukup umum tapi bisa dikemas menjadi cerita realistis yang luar biasa menggugah perasaan pembacanya.


Informasi Buku

Judul: Happiness
Penulis: Fakhrisina Amalia
Genre: Young Adult
Rating Pembaca: 13+
Penerbit: Ice Cube (KPG)
Tebal: 241 Halaman
Tahun Terbit: 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[BOOK REVIEW] Pintu Harmonika Karya Clara Ng & Icha Rahmanti

Patah Hati Tetap Menyakitkan Berapa Pun Usia Kita

[BOOK REVIEW] Alegori Valerie Karya Aya Widjaja