[BOOK REVIEW] Genesis Karya Indah Hanaco X Pijar Psikologi
"Tetaplah jadi manusia yang punya hari nurani." (hlm. 288)
Judul: Genesis (#UnderstandingHuman series)
Penulis: Indah Hanaco X Pijar Psikologi
Kategori: Drama (18+)
Penyunting: Grace Situngkir
Penata Letak: Debora Melina
Desainer Sampul: Sarah Aghnia Husna
Penerbit: Elex Media Komputindo
Terbit: 2020
ISBN: 9786230016493
Tebal: 312 Halaman
***
Apa yang akan kamu lakukan jika sahabatmu adalah seorang
korban pelecehan seksual?
Langkah apa yang akan kamu ambil jika ternyata sahabatmu
adalah seorang tersangka pelaku pemerkosaan?
Atau
Bisakah kamu membayangkan hidupmu akan seperti apa jika seandainya
kamu menjadi korban rudapaksa?
Meski sampul depan novel ini terlihat serius, aku ngga
nyangka kalau isinya memang se-serius itu. Novel ini bisa kubilang kaya, banyak
tema menarik yang muncul dan semuanya terbilang tema serius yang aku sendiri jarang
membaca buku dengan tema-tema ini berada dalam satu buku. Beberapa bahasan
tersebut diantaranya KDRT, ‘sisi gelap’ kehidupan seorang seleb terkenal, mental
health issues, dan juga kekerasan seksual. Namun secara garis besar tema utama
pada novel ini yaitu kekerasan seksual.
Ngga cuma soal tema aja, penokohan di dalam novel ini,
khususnya tiga tokoh utama, juga matang dan terstruktur. Pembaca dibuat
mengerti kenapa seorang Aubry punya sifat yang pendiam, suka menjaga jarak tapi
sebenarnya dia orang yang cukup hangat. Begitu juga Oksana yang dideskripsikan
sebagai perempuan yang mandiri serta supel. Juga ada Wing Zachary yang meskipun
sedang menjadi penyanyi sukses yang sedang naik daun tapi kepopuleran dan semua yang sedang ia
miliki saat itu tidak serta merta membuatnya jadi gelap mata. Aku suka banget
dengan penokohan di novel ini.
Ngga cukup sampai situ aja, aku juga dibuat takjub waktu
melihat judul di tiap bab. Semua judul bab ini menggunakan bahasa Indonesia
yang bagiku cukup asing karena aku ngga pernah pakai kata-kata ini di
keseharianku. Misalnya ‘klandestin’ yang
baru aku tahu artinya adalah secara diam-diam, dan juga ‘bertian’ yang
berarti sedang hamil. Buku ini membantuku mengenal kosakata baru sambil melihat
maknanya di kamus bahasa Indonesia dan aku
mau berterima kasih atas hal ini.
Meski mengangkat banyak bahasan serius, memiliki banyak
tokoh, dan masalah yang dimunculkan juga banyak tetapi novel ini dikemas dengan
pas. Karena ditulis dengan rapi dan terstruktur, bagiku novel ini terasa
mengenyangkan dalam porsi yang sesuai. Ngga berlebihan, ngga bikin pikiran
semerawut, semua bahasan disusun dan dijahit dengan sangat rapi membuat isinya saling
terkait dan ngga ada bahasan yang dibuang atau terbuang.
Pesan-pesan yang ingin disampaikan oleh penulis juga
menurutku berhasil tersampaikan dengan baik. Sentilan tentang RUU PKS, tentang
stigma masyarakat soal label ‘orang gila’ yang masih sering disematkan pada orang-orang
yang pergi ke psikolog, tentang pandangan orang-orang soal kasus pemerkosaan
yang melulu terjadi karena korban tidak menjaga diri atau karena korban yang mengundang
dengan menggunakan pakaian tidak pantas, sampai sentilan tentang popularitas dan
kekayaan yang bisa membuat seseorang berubah menjadi ‘monster’ yang dengan
gelap mata menganggap semua bisa dilakukan sesuka hati, bisa diraih dengan
mudahnya. Semuanya ngga serta merta dimunculkan dengan aneh lalu dibiarkan,
melainkan dipaparkan secara natural seiring dengan alur yang sedang berjalan.
Novel ini juga menjabarkan tentang perasaan seorang korban
kekerasan dan korban perkosaan dengan cukup gamblang. Ada beberapa part yang
membuatku agak merinding waktu baca dan membayangkan perasaan si korban. Mungkin
part ini juga bisa trigerring tapi di sisi lain aku senang dengan penggambaran
trauma korban di novel ini yang memang cukup sulit dimengerti oleh orang-orang yang tidak
mengalami hal-hal buruk tersebut. Setidaknya lewat novel ini, pembaca diajak untuk
berempati kepada korban kekerasan seksual dan menyadarkan bahwa korban ya
korban, tidak sepatutnya disalahkan atas hal buruk yang terjadi padanya. Kita harus berdiri
di sisinya karena orang ini butuh bantuan, bukan malah menghakiminya.
Terakhir, yang membuatku suka sama novel ini karena novel
ini mengangkat sedikit tentang ‘fangirling’. Lewat Wing Zachary, kita dibuat
mengerti bahwa sehebat dan sepopuler apa pun seorang selebriti, kita sebagai penggemar perlu melihat mereka sebagai manusia juga. Mereka juga sama seperti kita,
yang butuh privasi, yang punya cita-cita, ngga semua kehidupan mereka harus menjadi konsumsi publik dan yang terpenting selebriti itu bukan dewa
yang sempurna untuk selalu dipuja puji. Selebriti yang kita idolakan juga bisa membuat kesalahan
dan kita ngga boleh membela mereka yang salah sampai meninggalkan logika serta
sisi kemanusiaan pada diri kita.

Komentar
Posting Komentar