Membaca Banyak Buku Secara Legal Tanpa Mengeluarkan Uang

 

Sejak pandemi melanda negeri, kunjungan rutinku ke perpustakaan dan toko buku menjadi terhenti sejenak. Aku selalu teringat terakhir kali mengunjungi toko buku di hari pertama berita virus mengerikan ini terdeteksi masuk ke Indonesia. Saat itu, aku sama sekali ngga membayangkan bahwa virus ini akan semenyusahkan ini. Well, akan selalu ada hikmah dibalik semua peristiwa.

Meski ngga melulu untuk membaca dan membeli buku, mengunjungi perpustakaan dan toko buku menjadi ritual menyenangkan tersendiri bagiku. Seperti bertemu sarang ternyaman, aku bersedia menyempatkan waktu berada di sana hingga berjam-jam. Bahkan sebelum kata ‘healing’ menjadi sangat populer, kegiatan berkunjung ke tempat aku bisa melihat jajaran rak buku ini sudah menjadi satu tujuanku untuk melepas penat.

Aksesku untuk bertemu bahan bacaan baru juga jadi terbatas. Aku orang yang cukup konvensional, mencari buku sama dengan menjelajah lautan rak buku yang nyata. Aku selalu percaya bahwa akan ada pertemuan dengan suatu hal unik jika aku menjajalnya sendiri. Aku membuat kegiatan membaca buku ini menjadi suatu hal yang sangat personal yang kuyakini bahwa tidak ada yang bisa mengganggu minatku pada buku, tanpa terkecuali ulasan di goodreads maupun omongan orang yang bergosip tentang satu penulis di media sosial.

Waktu pemerintah membatasi kegiatan masyarakat karena virus menyebalkan ini, yang aku lakukan tentu saja menjelajah e-commerce dan berbelanja buku di sana. Meski sering tidak merasa puas tapi aku diharuskan merasa cukup. Ya, pada kenyataannya memang aku cukup senang menikmati perasaan berdebarku saat menantikan buku yang kupesan akan datang ke rumah. Satu pengalaman menyenangkan bukan; bahwa aku tidak perlu lagi membuat betisku pegal untuk menemukan satu buku yang membuatku tertarik.

Di tengah kegilaanku menyelami e-commerce, aku menemukan kebiasaan baru yaitu melihat orang-orang membicarakan buku di satu akun twitter bernama literarybase. ‘Ternyata begini cara orang-orang memengaruhi bacaan mereka kepada orang lain’, benakku saat dibuat tertarik dengan beberapa buku yang seringkali muncul dan dibahas di sana. Aku berniat membeli buku itu sampai akhirnya aku kecewa karena dompetku menipis, sudah terlalu banyak buku yang kubeli demi memenuhi kehausanku untuk membaca atau bahkan sekadar melihat buku baru.

Lamat-lamat aku merasa sedih memikirkan buku itu tidak bisa kubeli setidaknya dalam waktu dekat ini. Kesedihanku itu tidak membuatku berhenti juga untuk terus memperhatikan apa yang orang-orang bicarakan di akun itu. Sampai akhirnya aku melihat orang yang mengutarakan rasa senangnya saat dapat membaca buku yang diinginkannya di satu aplikasi secara gratis, yaitu iPusnas. Mulai saat itu, aku melihat lebih banyak lagi orang yang membicarakan dan membagikan bacaan yang mereka dapat di aplikasi ini.

iPusnas, dikutip dari websitenya langsung, adalah satu layanan perpustakaan daring berupa aplikasi yang dapat diakses secara gratis yang dikelola oleh Perpusnas. Di sana, terdapat banyak sekali buku elektronik yang dengan mudahnya bisa dibaca semua orang hanya dengan mengunduh aplikasi dan mendaftarkan diri. Aku tidak pernah membayangkan sebelumnya bahwa kini perpustakaan yang berisi beragam jenis buku ada dalam genggamanku.




Zaman sudah secanggih ini, aku yang masih konvensional kini ikut merasa senang diberi kemudahan untuk mengakses banyak buku terlebih ini gratis dan juga tentu saja legal. Waktuku mengitari perpustakaan atau toko buku yang terganti menjadi berjelajah e-commerce, kini kembali digantikan dengan sibuk melihat-lihat buku yang ada di Ipusnas lewat smartphoneku. Tidak berhenti di sana, pertemuanku dengan iPusnas juga menghantarkanku bertemu aplikasi perpustakaan elektronik gratis lainnya yaitu iJakarta, EPerpusdikbud, dan iBI Library.

Menjelajah perpustakaan elektronik ini rasanya seperti minum air dingin waktu sedang merasa kehausan. Kerinduanku mengunjungi perpustakaan atau toko buku terobati dengan adanya aplikasi-aplikasi ini. Jika biasanya aku sering membedakan harga buku di satu toko dan toko lain, sekarang aku jadi rajin melihat ketersediaan satu buku di semua aplikasi ini untuk melihat di aplikasi mana buku incaranku ini sedang available. Tentu saja, kesenangan dalam kepraktisan hidup akan datang satu paket dengan hal-hal yang membuatmu belajar.

Semua layanan perpustakaan elektronik ini meningkatkan naluriku menjadi book hunter. Karena semua buku tersedia gratis, beberapa buku, terutama yang sering dibicarakan di medsos, menjadi incaran banyak pembaca. Hal ini tentu saja membuat antrian peminjam buku jadi mengular, dan semakin parah jika buku yang tersedia hanya beberapa eksemplar saja. Kukira awalnya pembaca akan mendapat giliran sesuai antriannya. Namun ternyata tidak, semua orang dipacu untuk berlomba-lomba mendapatkan buku yang diinginkan. Siapa cepat dia dapat, tidak peduli kamu nomor urut yang keberapa, buku yang belum dipinjam akan segera hilang dari ketersediaan. Ini melatih kesabaran serta membuatku memikirkan siasat berburu agar aku tidak lagi-lagi kecewa karena selalu tidak mendapatkan buku incaranku. Ketika aku berhasil mendapatkan buku incaran, di saat bersamaan aku juga berhasil memunculkan rasa puas karena strategi berburu yang kugunakan akhirnya berhasil.

Selain bisa mengakses beragam buku secara gratis dan juga perasaan senang saat akhirnya bisa meminjam buku incaran, ada kesenangan lain yang juga hadir saat memakai aplikasi-aplikasi ini. Aplikasi ini bisa diakses melalui smartphone dan juga pc, membuatku bisa membaca di mana pun dan kapan pun aku mau. Aku adalah orang yang cukup fleksibel dalam hobi membaca ini, tidak pernah mematok kapan aku harus baca atau di mana aku seharusnya baca. Meski tentu saja ada tenggat waktu dalam meminjam buku, aku tetap senang karena bisa membaca di waktu dan tempat yang kuinginkan sama halnya seperti saat aku membaca buku fisik.

Selain semua kesenangan yang kurasakan, tentu saja ada side effect yang ngga bisa kuhindari. Misalkan, ada saat di mana aku sangat ketagihan membaca satu buku dan sulit berhenti. Hal ini membuat screen time-ku jadi bertambah. Screen time bertambah sama dengan mengatakan halo pada mata lelah dan sakit punggung. Memaksakan diri, dalam hal apa pun, memang tidak pernah baik meski ini memang suatu yang aku suka. Hingga kini, aku masih terus belajar untuk tidak memaksakan diri dan membiarkan mata dan punggungku lelah hanya demi memuaskan egoku membaca buku.

Aku senang sekali dengan keberadaan aplikasi perpustakaan elektronik ini karena bisa menjadi alternatif bagiku jika ingin membaca buku tanpa mengeluarkan uang. Selain itu, aku juga merasa dipermudah karena aplikasi ini handy dan bisa dengan mudah diakses banyak orang. Aku juga berterima kasih sekali kepada orang-orang yang saling membagikan pengalaman membaca mereka di media sosial. Aku sendiri melihat, bahkan menjadi korban, bagaimana bahasan mereka soal buku dan aplikasi membaca ini bisa memengaruhi orang lain untuk ikut membaca. Akses kepada buku juga kini semakin mudah, hanya modal smartphone semua orang bisa membaca buku di mana pun dan kapan pun mereka mau. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

[BOOK REVIEW] Pintu Harmonika Karya Clara Ng & Icha Rahmanti

Patah Hati Tetap Menyakitkan Berapa Pun Usia Kita

[BOOK REVIEW] Alegori Valerie Karya Aya Widjaja