[BOOK REVIEW] Belenggu Ilse Karya Ruwi Meita
pic captured from Ipusnas
"Kadang, kamu harus membiarkan rahasia nggak pernah terbuka agar tidak ada lagi yang bisa disakiti." (hlm.312)
Judul: Belenggu Ilse
Penulis: Ruwi Meita
Editor: Dian Rahman
Penata Letak: Divia Permatasari
Desainer Sampul: Sukutangan
Penerbit: PT Elex Media Komputindo
Terbit: 2019
ISBN: 9786230010033
Tebal: 328 halaman
Penulis: Ruwi Meita
Editor: Dian Rahman
Penata Letak: Divia Permatasari
Desainer Sampul: Sukutangan
Penerbit: PT Elex Media Komputindo
Terbit: 2019
ISBN: 9786230010033
Tebal: 328 halaman
BLURB
Malang, 12 Juni 1999
Dear R,
Hari ini aku memutuskan untuk menulis seluruh
perasaanku tentangmu pada kartu pos. Aku tidak suka menulis panjang-panjang.
Kupikir, kartu pos adalah pilihan terbaik. Aku akan mengumpulkan seluruh kartu
pos ini dan jika waktunya tiba, aku akan memberikannya kepadamu (jika aku punya
keberanian). Kita lihat apakah kita akan masih berteman. Aku juga tidak yakin,
apakah selama ini kita berteman. Ataukah kita, sebenarnya, hanya saling terikat?
Dari, Piti
---
Ilse menghilang selama dua tahun. Pada suatu
malam, dia mengetuk pintu rumahnya yang mewah, membuat Firas, sang suami,
tertegun. Perempuan itu kembali, tetapi tidak serta-merta ingatannya. Menghadirkan
banyak tanda tanya dalam benak, apa yang terjadi selama dia menghilang?
Aku
pernah menonton review buku ini di salah satu kanal youtube booktuber
kesukaanku. Waktu itu aku belum terlalu tertarik untuk baca ini sampai aku melihat nama Ruwi Meita dibicarakan orang-orang
di twitter. Waktu itu banyak yang merekomendasikan bukunya ‘Rumah Lebah’. Sebagaimana
biasanya, aku langsung mencari tau nama penulis ini dan keluarlah sampul buku
belenggu Ilse. ‘Ternyata buku yang itu ditulis orang ini juga’ batinku waktu
itu dan akhirnya aku membuka aplikasi Ipusnas dan memutuskan meminjam bukunya. Kira-kira
begitulah sekilas kisahku menemukan buku ini.
Saat pertama
baca blurb di kover belakang. Aku langsung teringat film Gone Girl yang belum
lama kutonton di televisi. Apa novel ini akan punya cerita yang sama? Dan akhirnya
kubuktikan dengan melahap habis isi cerita selama 3 hari (yang sebenarnya bisa
saja aku baca sekali duduk saja kalau aku tidak mengerjakan hal-hal lain). Aku baru
saja mengenal kata page turner dan sekarang aku bisa menggunakannya saat ini. Buku
ini page turner, bahkan aku ngga percaya kalau aku bisa menghabiskan buku yang
lebih dari 200 halaman ini dalam waktu cepat. Aku mau kasih selamat sama
penulisnya karena sudah berhasil membuat cerita yang menurutku bagus sekali.
Aku
suka gaya penulisan Ruwi Meita yang lugas, buatku ini menjadi hal yang bikin
ketegangan dalam cerita jadi sangat terasa apalagi ini cerita misteri. Penulis juga
berhasil membuat pembaca ikutan main tebak-tebakan dalam mencari tahu penyebab
Ilse menghilang lewat hint yang bertebaran tiap babnya dan juga lewat kartu pos
yang muncul di tiap awalan bab. Membaca buku ini rasanya seperti main
kucing-kucingan, karena aku merasa tidak bisa mempercayai hampir semua tokoh
dalam buku ini. Aku juga suka cara penulis memperkenalkan tiap karakter di
dalamnya secara implisit lewat apa yang mereka lakukan dan rasakan. Tiap karakter
mengambil peran masing-masing sesuai porsi, ngga ada satu pun yang menurutku ‘ah
dia ngapain sih di sini?’. Tokoh yang paling kusukai di sini sudah pasti dua
polisi yang kocak tiap kali mereka berinteraksi, Hana dan atasannya yang bernama Saram, tapi mereka juga melakukan
tugas dengan baik dan benar. Dan yang paling bikin aku emosi tentu saja Firas
suami Ilse. Rasanya kalau aku ketemu Firas di dunia nyata aku ngga akan bisa
tahan untuk ngga memaki dia di depan mukanya.
Aku
juga suka plot cerita yang ngga terlalu lambat tapi ngga terlalu cepat juga
saat sudah klimaks, semuanya terasa pas sesuai porsinya. Aku hanya merasa
sedikit pusing saat klimaks karena dalam satu scene ada beberapa twist tapi
ini menarik dan ngga membuatku ingin istirahat dulu mencerna apa yang sedang
terjadi malah sebaliknya, aku semakin tertarik untuk terus melanjutkan
ceritanya. Semua adegan menurutku tidak ada yang terasa dipaksakan, terasa smooth
sekali berjalan sesuai apa yang memang seharusnya terjadi. Dan terima kasih
juga kepada penulis yang membuat open ending dan bikin aku jadi melongo memikirkan
maksudnya.
Aku cuma
mau mengeluh soal typo nama yang kutemui di waktu kepolisian sedang melacak
soal korban kebakaran. Tapi masih bisa kutolerir karena untungnya tidak terlalu
merusak plot. Overall,
aku suka sama novel ini dan mau merekomendasikannnya juga ke orang-orang biar
bisa merasakan keseruannya juga. Aku jadi penasaran sama karya Ruwi Meita yang
lainnya.

Komentar
Posting Komentar